Sabtu, 29 Mei 2010

Mana Janji Manismu?????

Ketika ramainya masa kampanye saat pemilu legislatif, spanduk berisi janji suci dari seorang yang mancalonkan diri sebagai wakil rakyat tertempel dimana-mana. Baliho super besar menghiasi semaraknya pesta demokrasi lima tahunan itu. Banyak yang bilang, itu pesta rakyat. Gombalan para politisi menghiasi seluruh sudut kota, mulai dari perempatan jalan hingga pusat-pusat umum lainnya. Namun, semua itu seakan musnah dan terbantahkan, spanduk dan baliho seakan hanya alat hipnotis belaka untuk memuluskan jalan mereka menuju kekuasaan.

Ketika aku menaiki kereta api untuk pulang setelah menimba ilmu dikampus, aku disuguhi adegan oleh seorang ( mungkin bisa dibilang pengemis ) perempuan yang berpenampilan sangat kotor. Perempuan itu berjalan seperti tokoh makhluk halus dalam film horror ( suster ngesot ). Sambil “ ngesot “, perempuan itu mengeluarkan kata-kata yang sangat susah dimengerti oleh aku ( mungkin orang lain juga ) dan melakukan adegan seperti dalam tari-tarian kuda lumping yang kesurupan. Perempuan itu mengambil sampah bekas makanan dan minuman dari kolong tempat duduk para penumpang kereta api dan langsung memakannya. Yang lebih membuat aku miris, kadang perempuan itu memakan seperti ( maaf ) kucing ( memakan tanpa menggunakan tangan / langsung pakai mulut ) sementara sisa-sisa makanan itu masih tergeletak di lantai kereta api, terkadang menjilatinya.

“ Ya Allah, apa makna yang baru saja aku saksikan ini??? “, Tanya aku dalam hati. Karena tak kuasa aku menyaksikan perempuan yang sedang memakan makanan sisa dan menjilatinya ( sisa makanan dilantai kereta ), aku pun memalingkan muka keluar kereta api. Tepat ketika aku melihat keluar kereta api, aku menyaksikan deretan rumah mewah dan terdapat tulisan di bagian depan komplek rumah mewah tersebut, “ komplek rumah dinas anggota DPR RI “. Ya, aku baru saja melewati komplek perumahan mewah yang diperuntukan untuk para anggota dewan legislatif yang terhormat itu. Saat itu juga akupun teringat pemberitaan soal rencana renovasi rumah dinas para anggota DPR RI yang anggarannya tidak sedikit beberapa waktu lalu dan rencana pembangunan atau perenovasian gedung nusantara ( kantor para anggota DPR RI ) yang dinilai oleh beberapa anggota DPR RI yang baru beberapa bulan menjabat itu sudah kurang layak dihuni karena gedung nusantara sekarang sudah mengalami kemiringan.

Ingatanku itu tak pelak mambuat aku kesal dan sedih akan nasib segelintir rakyat Indonesia. Fakta dikereta api itu adalah bukti susahnya hidup dinegara kaya ini untuk sebagian masyarakat. Saat itu pula aku bingung, dan malu terhadap diri sendiri. Aku kepingin membantu semampuku kepada perempuan itu, namun aku tak sanggup. Bantuanku hanya sekedar selembar uang seribu rupiah. Maaf..
Aku hanya salah satu manusia urban yang memimpikan kehidupan dikota besar, seperti Jakarta ini. Dan aku belum bisa membantu sesama. Tetapi, saat itu juga aku bertanya-tanya dalam hati mengenai kinerja para anggota DPR RI yang sudah dipilih langsung oleh rakyat saat pemilu lalu. Sebagian rakyat memilih calon wakil rakyat dengan penuh harap agar bisa menjadi penghubung kepada pemerintah untuk dapat mensejahterakan rakyat. Calon anggota DPR RI mungkin dianggap dewa penolong oleh sebagian rakyat, namun realitanya sama sekali tidak seperti yang diharapkan. Yang saya lihat para anggota DPR RI hanya mementingkan kepentingan mereka dan organisasinya sendiri. Rakyat, yang notabene adalah konstituen para anggota DPR RI hanya dianggap sebagai “ jembatan “ menuju ke Senayan, bukan tujuan untuk menuju ke Senayan.

Para anggota DPR RI harus bisa merubah nasib rakyat Indonesia yang masih hidup jauh dari kesejahteraan. Anggota dewan harus menjadi jembatan atau penghubung kepada pemerintah dan mengawasi kinerja pemerintah untuk dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Bukan memperioritaskan para elite di Indonesia. Jangan hanya bicara ( soal kebutuhan rakyat ) saat menyerang lawan politik, tetapi setiap saat harus membicarakan soal kesejahteraan rakyat yang masih jauh itu. Mungkin, perempuan yang tadi saya ceritakan adalah salah satu konstituen yang sekarang duduk manis dikursi DPR RI. Kursi yang harus menjadi saksi semangat para anggota dewan terhormat menjalani masa tugas sebagai wakil seluruh rakyat, bukan segelintir rakyat. Anggota DPR adalah satu-satunya penghubung, penyeru, dan pengawas terhadap pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat. Maka seyogyanya harus dapat bekerja untuk rakyat, bangsa dan tanah air.

Anggota DPR harus dapat membuktikan kepada semua bahwa Indonesia itu kaya. Jangan ada lagi perempuan yang memakan makanan sisa dikereta, manusia gerobak yang hidupnya nomaden, dan pencari sumbangan palsu. DPR harus mengontrol dengan benar pemanfaatan kekayaan alam dan sumber daya manusia oleh pemerintah agar rakyat sejahtera. Jangan hanya gencar meminta dana untuk merenovasi rumah dinasnya, jangan hanya meminta dana untuk pembangunan gedung kantor baru karena alasan gedung sudah miring. Jangan.. Sejahterakan rakyat sesuai janji kampanye kalian wahai angota DPR yang terhormat!!

Jangan sampai ada persepsi bahwa yang miring bukan gedung kantornya, tetapi para aggota DPRnya. Maka, sejahterakan lah rakyat yang sudah memilihu sebagai wakil mereka.

Selasa, 18 Mei 2010

Siang Itu di Tugu Pancoran....

Siang itu ketika aku berhenti disebuah perempatan lampu merah tugu pancoran, jalan yang biasa aku lewati jika aku pulang, aku melihat suatu ironi yang terjadi di Indonesia. Sebuah gerobak usang, karatan, yang termakan usia di seret dengan tubuh seorang pria paruh baya. Bukan barang bekas atau barang lainnya, malah seorang perempuan ( ibu-ibu ) yang sedang mengendong anaknya yang tertidur lelap. Terik matahari tidak membuat laki-laki tua itu terlihat lelah. Perempatan lampu merah yang sedang ramai dilalui kendaraan bermotor dia tembus tanpa rasa takut tertabrak kendaraan. Salah satu petugas polisi lalu lintas yang sedang mengatur laju kendaraan, tiba-tiba menghampiri laki-laki tua yang membawa gerobak itu. " Mari pak, saya bantu ", begitu kira-kira kalimat yang terucap dari mulut petugas polisi lalu lintas itu. Tepat dibawah flyover tugu pancoran, laki-laki paruh baya itu berhenti dan istirahat. Mengusap dahi dengan handuk kecil dan meminum air untuk memulihkan tenaga. Perempuan dan anak kecil yang kemungkinan adalah isteri dan anaknya turun dari gerobak dan duduk disamping gerobak. Anak kecil yang tadi tertidur, malah terbangun dalam bisingnya suara kendaraan yang melintas.

Saat itu juga aku bergumam dan merasakan suatu keanehan hidup di negara ini, Indonesia. Jika kita melihat program berita akhir-akhir ini, pastinya kita disuguhi dengan berita mengenai keberhasilan kepolisian negara kita dalam membasmi para teroris. Padahal, para teroris yang sudah bertahun-tahun menjamur dimuka bumi Indonesia bergerak secara sembunyi-sembunyi dan sangat rahasia. Bahkan para teroris itu beraviliasi dengan teroris internasional. Tentu banyak pihak yang berdiri dibelakang para teroris tersebut. Tetapi pemeritah dapat membasminya. Memang, belum semua anggota teroris dibasmi oleh pemerintah. Namun, hal ini membuat saya berpikir dan terus-menerus memikirkan hal ini. Kenapa pemerintah dapat membasmi teroris dan belum bisa membasmi kemiskinan?????

Cara-cara pemerintah dalam membasmi masalah kemiskinan belumlah maksimal. Misal, program BLT yang masih mengalami berbagai masalah itu. Program itu juga belum merata dilakukan. Yang dibutuhkan masyarakat miskin ataupun kurang mampu yakni lapangan pekerjaan, upah kelas pekerja yang layak, dan memperioritaskan ekonomi kelas bawah. Keluarga Gerobak yang tadi aku ceritakan adalah bukti pemerintah belum bisa mengatasi masalah kemiskinan. Masyarakat miskin desa, berpikir jika hidup dikota-kota besar dapat merubah nasib mereka. Keluarga gerobak banyak yang tinggal dimana mereka merasa lelah setelah berjalan jauh mencari belas kasihan orang lain atau mencari barang bekas yang kiranya masih bisa dijual lagi kepengepul. Ada lagi peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintah daerah Jakarta mengenai pelarangan memberikan uang kepada para gelandangan ( pengemis ) lebih memperburuk kehidupan rakyat yang tertindas di negeri sendiri itu. Para pegemis harus mencari akal untuk bisa bertahan dari kejamnya kehidupan di negeri ini setelah dikeluarkannya peraturan daerah itu.

Manusia gerobak, ya manusia gerobak julukan bagi keluarga yang hidup nomaden dengan membawa sebuah gerobak untuk dijadikan media bertahan hidup. Kehidupannya sangat tidak manusiawi, namun itulah realita sebagian rakyat miskin di negeri ini. Lagu yang sering berkumandang ketika aksi massa dijalanan, DARAH JUANG, sangat menggambarkan betapa ketidakadilan dinegeri ini memang benar-benar REALITA. Cita-cita kemerdekaan belum tercapai, rakyat miskin tertindas dan semakin tertindas.

Pemerintah harus berjuang habis-habisan membasmi kemiskinan. Semangat membasmi teroris harus dijadikan contoh semangat membasmi kemiskinan. Jika membasmi para teroris saja bisa, kenapa tidak untuk membasmi kemiskinan???
Rakyat miskin sudah sangat lelah menjalani hidup seperti itu. Kini saatnya menagih janji penguasa untuk mensejahterakan rakyat. Rakyat miskin juga manusia, maka dari itu penguasa ( pemerintah ) juga harus memanusiakan rakyat miskin dengan kesejahteraan dan keadilan yang nyata, bukan sebuah wacana belaka yang keluar dari mulut para penguasa.

Senin, 17 Mei 2010

Keterangan Versi Mahasiswa Trisakti Mengenai Tragedi Trisakti 12 Mei 1998...

Jam 10.30 -10. 45 Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap massa Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan yang berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.

Jam 10.45-11.00 Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.

Jam 11.00-12.25 Aksi Orasi serta unjuk rasa (mimbar bebas) dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.

Jam 12.25-12.30 Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long March) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.

Jam 12.30-12.40 Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.

Jam 12.40-12.50 Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju MPR/DPR melewati kampus Untar.

Jam 12.50-13.00 Long March mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor walikota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.

Jam 13.00-13.20 Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (SMUT) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim & Wakapolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.

Jam 13.20-13.30 Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana longmarch tidak diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.

Jam 13.30-14.00 Massa dapat dibujuk oleh rekannya untuk duduk. Lalu massa melakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.

Jam14.00-16.45 Negeoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.

Jam 16.45-16.55 Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE & Dekan FH Usakti serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.

Jam 16.55-17.00 Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang sedang memata-matai massa.

Jam 17.00-17.05 Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.

Jam 17.05-18.30 Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor(seperti: ngentot, kontol…) pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti. Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta dan sniper-sniper(penembak jitu), pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan yang disertai dengan pelemparan mahasiswa ke kali lalu ditembak tanpa belas kasihan sedikitpun serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi (pemegangan bagian-bagian tubuh yang vital ) termasuk Ketua SMUT yang berada diantara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan. Hal ini merupakan tindakan-tindakan brutal dan immoral yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan dalam mengamankan aksi keprihatinan mahasiswa. Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan seperti bangkai. Yang mengenaskan ada seorang mahasiswi yang sudah berjongkok minta ampun tapi tak digubris dan terus dipukuli. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus. Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.

Jam 18.30-19.00 Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.

Jam 19.00-19.30 Rekan mahasiswa kembali panik karena ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi. (mahasiswa ketakutan)

Jam 19.30-20.00 Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.

Jam 20.00-23.25 Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.

Keterangan : Jumlah mahasiswa yang belum kembali ada 9 orang.

Tragedi Trisakti 12 Mei 1998...

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.

Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan dada.
[sunting] Latar belakang dan kejadian

Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.

Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju gedung DPR/MPR pada pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri--militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.

Akhirnya, pada pukul 17.15 para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.

Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.

Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam.
[sunting] Rentang waktu

* 10.30 -10.45
o Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.

* 10.45-11.00
o Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.

* 11.00-12.25
o Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.

* 12.25-12.30
o Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.

* 12.30-12.40
o Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.

* 12.40-12.50
o Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.

* 12.50-13.00
o Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.

* 13.00-13.20
o Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.

* 13.20-13.30
o Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.

* 13.30-14.00
o Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.

* 14.00-16.45
o Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
o Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.

* 16.45-16.55
o Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.

* 16.55-17.00
o Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
o Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar.

* 17.00-17.05
o Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.

* 17.05-18.30
o Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti.
o Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada diantara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
o Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
o Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
o Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.

* 18.30-19.00
o Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.

* 19.00-19.30
o Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi.

* 19.30-20.00
o Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar adari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.

* 20.00-23.25
o Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
o Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi

* 01.30
o Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Usakti Prof Dr Moedanton Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.