Yangkee Go Home,
Yangkee Go Home..
US Imprealist
Number One Terrorist..
Viva Bolivarian
Revolution..
Sambil
mengepalkan tangan, para pemuda itu meneriakan yel yel yang biasa disuarakan
oleh rakyat Venezuela ketika berunjukrasa menentang Amerika Serikat karena terus-menerus
ikut campur urusan politik dalam negeri mereka. Jelas sekali, aktivis-aktivis
pemuda yang hadir dalam diskusi publik bertajuk “Kabar Teranyar Dari Venezuela”
di Kafé AOA Space, jalan Selokan Mataram, Sleman, DI Yogyakarta, pada Rabu
(13/3/2019) kemarin, terlihat sangat menikmati dan mengikuti dengan seksama cerita
dari sang pembicara, Surya Anta, aktivis Partai Pembebasan Rakyat (PPR) yang
berkunjung langsung ke Caracas, Venezuela, beberapa waktu yang lalu.
Surya
Anta menceritakan, ia bersama dua kawannya, aktivis Aliansi Mahasiswa Papua
(AMP), dan aktivis PEMBEBASAN, diundang ke Caracas, Venezuela, untuk mengikuti
dua agenda sekaligus. Agenda pertama ialah Brigada
Internacionalista Che Guevara, diikuti lebih dari 120 peserta dari 44 negara,
yang dilaksanakan pada Minggu, 17 Februari 2019. Sedangkan agenda kedua ialah International People’s Assembly, diikuti
lebih dari 500 peserta dari 87 negara, yang dilaksanakan pada tanggal 24-27
Februari 2019. Perlu dicatat, para peserta datang bukan hanya dari kalangan aktivis
kiri, tapi banyak juga dari kalangan aktivis kanan.
Kedua
acara besar itu digelar untuk menjalin solidaritas internasional dan memberikan
informasi secara langsung kepada dunia internasional, bahwa seperti apa sebenarnya
kondisi politik, sosial dan ekonomi di Venezuela. Karena, kita semua tahu selama
ini media-media mainstream, baik nasional
maupun internasional, memberitakan bahwa Venezuela mengalami krisis ekonomi
yang sangat parah sampai sekarang. Harga-harga dikabarkan melambung tinggi
karena nilai tukar mata uang mereka anjlok. Bahkan, harga satu porsi makanan diberitakan
bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Bukan
hanya itu, media-media internasional juga memberitakan, rakyat Venezuela
mengalami kelaparan parah. Selain itu, Venezuela juga dikabarkan “dibanjiri”
pengangguran, hingga menyebabkan sebagian rakyatnya berusaha meninggalkan
negaranya karena tidak tahan dengan kondisi tersebut. Kegiatan belajar mengajar
pun juga diberitakan terganggu akibat krisis. Namun, narasi-narasi di media itu
sangat bertolak-belakang dengan apa yang Surya Anta dan kawan-kawan alami dan saksikan
dengan mata kepala sendiri.
Rakyat
Venezuela memang sempat mengalami masa sulit, yakni ketika Amerika Serikat memberikan
sangsi ekonomi besar-besaran dua tahun silam. Tetapi, sekarang sendi-sendi
ekonomi di Venezuela mulai berjalan normal. Meski lambat, aktivitas perkantoran
took-toko, pasar-pasar tradisional atau modern sudah berjalan normal. Para
petani pun sudah melakukan rutinitas sehari-hari untuk menunjang kehidupan
ekonomi mereka, begitu juga dengan para nelayan. Sama halnya dengan aktivitas
pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi sudah
kembali normal dan gratis. Tempat tinggal (rumah-susun), masuk museum, dan transportasi
umum, masih gratis sampai sekarang, itu semua dibiayai oleh negara.
Hanya
saja memang, setelah klaim sepihak oleh Juan Guaido, pemimpin oposisi Venezuela
yang mendeklarasikan diri sebagai Presiden Venezuela beberapa waktu lalu,
membuat situasi politik kembali memanas. Namun, mayoritas rakyat Venezuela masih
mendukung pemerintahan Nicholas Maduro yang terpilih secara demokratis. Jelas
sekali, politik adu domba yang dilakukan oleh Amerika Serikat dibawah kepemimpinan
Donald Trump, kepada rakyat Venezuela bisa dibilang gagal total. Dan yang
pasti, rakyat Venezuela tidak terpancing provokasi, mereka cerdas. Hanya saja,
Washington diyakini akan terus mencoba “menggoyang” Venezuela.
Beberapa
warga kota Caracas yang ditemui oleh Surya Anta menyampaikan, rakyat Venezuela
sangat menentang keras keterlibatan Amerika Serikat terkait urusan dalam negeri
mereka, politik maupun ekonomi. Jika sampai melakukan tindakan militer, maka
rakyat tidak akan tinggal diam dan akan melakukan perlawanan terhadap Amerika
Serikat. Terlebih lagi, Venezuela juga memiliki milisi dengan jumlah ratusan
ribu yang dibiayai oleh pemerintahan Nicholas Maduro.
Dalam
diskusi yang dihadiri sekitar 50an aktivis muda itu, Surya Anta juga
menyampaikan bahwa kehidupan rakyat Venezuela sangat demokratis dan sangat
menghargai perbedaan pandangan politik. Rakyat Venezuela sangat bebas dalam berekspresi,
misalnya melalui seni. Hal itu terlihat dari banyaknya mural-mural politik di
kota Caracas, baik yang mengekspresikan dukungan terhadap pemerintahan Nicholas
Maduro maupun yang anti Nicholas Maduro. Kehidupan beragama di Venezuela juga
sangat beragam, dan yang pasti tidak ada diskriminasi.
Venezuela
memang sempat mengalami krisis. Tetapi, tidak separah dengan apa yang
diberitakan oleh media mainstream.
Menurut Surya Anta, apa yang selama ini ditampilkan di media-media tersebut
tidak sepenuhnya benar. Jika ada berita yang menampilkan suasana kota terlihat
sepi, toko-toko tutup, dan terlihat ada antrian panjang, itu betul. Hanya saja,
kemungkinan besar itu terjadi pada hari Sabtu atau Minggu, karena hari tersebut
adalah hari libur.
Polisi Berusaha Membubarkan Acara
Diskusi
Diskusi
publik hasil kolaborasi dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan PEMBEBASAN ini
sejatinya berjalan lancar sesuai jadwal. Yang hadir pun cukup banyak, dan yang
pasti berjalan interaktif. Hanya saja, acara diskusi didatangi belasan anggota
polisi, intel, pengurus RT dan Pak Camat. Bahkan, satu hari sebelum acara,
beberapa anggota polisi sudah mendatangi Kafe AOA Space yang terletak di
Selokan Mataram, Sleman, DI Yogyakarta ini. Menurut informasi, polisi berusaha
menggagalkan acara diskusi tersebut.
Namun,
kawan-kawan aktivis dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan PEMBEBASAN bertekad
tetap mengadakan acara diskusi dengan tema menarik itu. Akhirnya pada hari Rabu
(13/3/2019) kemarin sekitar pukul 19.00 WIB acara tetap dimulai. Benar saja,
ketika acara diskusi sedang berlangsung, belasan aparat kepolisian berpakaian
lengkap dan berpakaian preman, pengurus RT, dan Pak Camat, mendatangi tempat
acara. Mereka berusaha membubarkan acara tersebut, dengan alasan acara diskusi
tidak memiliki izin, dan sempat juga menanyakan izin usaha tempat tersebut.
Aneh bukan??
Namun,
pihak Kafe AOA Space dan kawan-kawan aktivis tidak tinggal diam. Mereka tetap
ngotot menjalankan acara diskusi hingga waktu yang sudah ditentukan. Tentu
saja, adu argumen pun terjadi. Hingga akhirnya, acara tetap berjalan sesuai
rencana. Hanya saja, polisi sempat meminta file yang diputar oleh pembicara,
Surya Anta, saat diskusi. Padahal, dalam file tersebut hanya berisi
catatan-catatan kecil dan foto-foto dokumentasi saat berada di Caracas,
Venezuela.
Tidak jelas memang
maksud aparat kepolisian yang berusaha membubarkan acara diskusi tersebut. Yang
jelas, apa yang dilakukan oleh polisi itu bukan kali ini saja terjadi, sudah
sangat sering. Kebebasan berekspresi dan berfikir di salah satu negara
demokrasi terbesar didunia ini memang sering diganggu, secara sistematis pula.
Mungkin para penegak hukum lupa bahwa mereka tidak akan bisa memenjarakan
pikiran.