Senin, 18 Maret 2019

Mata Kita Kini "Terbuka" Soal Venezuela


Yangkee Go Home, Yangkee Go Home..
US Imprealist Number One Terrorist..
Viva Bolivarian Revolution..

Sambil mengepalkan tangan, para pemuda itu meneriakan yel yel yang biasa disuarakan oleh rakyat Venezuela ketika berunjukrasa menentang Amerika Serikat karena terus-menerus ikut campur urusan politik dalam negeri mereka. Jelas sekali, aktivis-aktivis pemuda yang hadir dalam diskusi publik bertajuk “Kabar Teranyar Dari Venezuela” di KafĂ© AOA Space, jalan Selokan Mataram, Sleman, DI Yogyakarta, pada Rabu (13/3/2019) kemarin, terlihat sangat menikmati dan mengikuti dengan seksama cerita dari sang pembicara, Surya Anta, aktivis Partai Pembebasan Rakyat (PPR) yang berkunjung langsung ke Caracas, Venezuela, beberapa waktu yang lalu.
Surya Anta menceritakan, ia bersama dua kawannya, aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan aktivis PEMBEBASAN, diundang ke Caracas, Venezuela, untuk mengikuti dua agenda sekaligus. Agenda pertama ialah Brigada Internacionalista Che Guevara, diikuti lebih dari 120 peserta dari 44 negara, yang dilaksanakan pada Minggu, 17 Februari 2019. Sedangkan agenda kedua ialah International People’s Assembly, diikuti lebih dari 500 peserta dari 87 negara, yang dilaksanakan pada tanggal 24-27 Februari 2019. Perlu dicatat, para peserta datang bukan hanya dari kalangan aktivis kiri, tapi banyak juga dari kalangan aktivis kanan.
Kedua acara besar itu digelar untuk menjalin solidaritas internasional dan memberikan informasi secara langsung kepada dunia internasional, bahwa seperti apa sebenarnya kondisi politik, sosial dan ekonomi di Venezuela. Karena, kita semua tahu selama ini media-media mainstream, baik nasional maupun internasional, memberitakan bahwa Venezuela mengalami krisis ekonomi yang sangat parah sampai sekarang. Harga-harga dikabarkan melambung tinggi karena nilai tukar mata uang mereka anjlok. Bahkan, harga satu porsi makanan diberitakan bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Bukan hanya itu, media-media internasional juga memberitakan, rakyat Venezuela mengalami kelaparan parah. Selain itu, Venezuela juga dikabarkan “dibanjiri” pengangguran, hingga menyebabkan sebagian rakyatnya berusaha meninggalkan negaranya karena tidak tahan dengan kondisi tersebut. Kegiatan belajar mengajar pun juga diberitakan terganggu akibat krisis. Namun, narasi-narasi di media itu sangat bertolak-belakang dengan apa yang Surya Anta dan kawan-kawan alami dan saksikan dengan mata kepala sendiri.
Rakyat Venezuela memang sempat mengalami masa sulit, yakni ketika Amerika Serikat memberikan sangsi ekonomi besar-besaran dua tahun silam. Tetapi, sekarang sendi-sendi ekonomi di Venezuela mulai berjalan normal. Meski lambat, aktivitas perkantoran took-toko, pasar-pasar tradisional atau modern sudah berjalan normal. Para petani pun sudah melakukan rutinitas sehari-hari untuk menunjang kehidupan ekonomi mereka, begitu juga dengan para nelayan. Sama halnya dengan aktivitas pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi sudah kembali normal dan gratis. Tempat tinggal (rumah-susun), masuk museum, dan transportasi umum, masih gratis sampai sekarang, itu semua dibiayai oleh negara.
Hanya saja memang, setelah klaim sepihak oleh Juan Guaido, pemimpin oposisi Venezuela yang mendeklarasikan diri sebagai Presiden Venezuela beberapa waktu lalu, membuat situasi politik kembali memanas. Namun, mayoritas rakyat Venezuela masih mendukung pemerintahan Nicholas Maduro yang terpilih secara demokratis. Jelas sekali, politik adu domba yang dilakukan oleh Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Donald Trump, kepada rakyat Venezuela bisa dibilang gagal total. Dan yang pasti, rakyat Venezuela tidak terpancing provokasi, mereka cerdas. Hanya saja, Washington diyakini akan terus mencoba “menggoyang” Venezuela.
Beberapa warga kota Caracas yang ditemui oleh Surya Anta menyampaikan, rakyat Venezuela sangat menentang keras keterlibatan Amerika Serikat terkait urusan dalam negeri mereka, politik maupun ekonomi. Jika sampai melakukan tindakan militer, maka rakyat tidak akan tinggal diam dan akan melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat. Terlebih lagi, Venezuela juga memiliki milisi dengan jumlah ratusan ribu yang dibiayai oleh pemerintahan Nicholas Maduro.
Dalam diskusi yang dihadiri sekitar 50an aktivis muda itu, Surya Anta juga menyampaikan bahwa kehidupan rakyat Venezuela sangat demokratis dan sangat menghargai perbedaan pandangan politik. Rakyat Venezuela sangat bebas dalam berekspresi, misalnya melalui seni. Hal itu terlihat dari banyaknya mural-mural politik di kota Caracas, baik yang mengekspresikan dukungan terhadap pemerintahan Nicholas Maduro maupun yang anti Nicholas Maduro. Kehidupan beragama di Venezuela juga sangat beragam, dan yang pasti tidak ada diskriminasi.
Venezuela memang sempat mengalami krisis. Tetapi, tidak separah dengan apa yang diberitakan oleh media mainstream. Menurut Surya Anta, apa yang selama ini ditampilkan di media-media tersebut tidak sepenuhnya benar. Jika ada berita yang menampilkan suasana kota terlihat sepi, toko-toko tutup, dan terlihat ada antrian panjang, itu betul. Hanya saja, kemungkinan besar itu terjadi pada hari Sabtu atau Minggu, karena hari tersebut adalah hari libur.

Polisi Berusaha Membubarkan Acara Diskusi
Diskusi publik hasil kolaborasi dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan PEMBEBASAN ini sejatinya berjalan lancar sesuai jadwal. Yang hadir pun cukup banyak, dan yang pasti berjalan interaktif. Hanya saja, acara diskusi didatangi belasan anggota polisi, intel, pengurus RT dan Pak Camat. Bahkan, satu hari sebelum acara, beberapa anggota polisi sudah mendatangi Kafe AOA Space yang terletak di Selokan Mataram, Sleman, DI Yogyakarta ini. Menurut informasi, polisi berusaha menggagalkan acara diskusi tersebut.
Namun, kawan-kawan aktivis dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan PEMBEBASAN bertekad tetap mengadakan acara diskusi dengan tema menarik itu. Akhirnya pada hari Rabu (13/3/2019) kemarin sekitar pukul 19.00 WIB acara tetap dimulai. Benar saja, ketika acara diskusi sedang berlangsung, belasan aparat kepolisian berpakaian lengkap dan berpakaian preman, pengurus RT, dan Pak Camat, mendatangi tempat acara. Mereka berusaha membubarkan acara tersebut, dengan alasan acara diskusi tidak memiliki izin, dan sempat juga menanyakan izin usaha tempat tersebut. Aneh bukan??
Namun, pihak Kafe AOA Space dan kawan-kawan aktivis tidak tinggal diam. Mereka tetap ngotot menjalankan acara diskusi hingga waktu yang sudah ditentukan. Tentu saja, adu argumen pun terjadi. Hingga akhirnya, acara tetap berjalan sesuai rencana. Hanya saja, polisi sempat meminta file yang diputar oleh pembicara, Surya Anta, saat diskusi. Padahal, dalam file tersebut hanya berisi catatan-catatan kecil dan foto-foto dokumentasi saat berada di Caracas, Venezuela.
Tidak jelas memang maksud aparat kepolisian yang berusaha membubarkan acara diskusi tersebut. Yang jelas, apa yang dilakukan oleh polisi itu bukan kali ini saja terjadi, sudah sangat sering. Kebebasan berekspresi dan berfikir di salah satu negara demokrasi terbesar didunia ini memang sering diganggu, secara sistematis pula. Mungkin para penegak hukum lupa bahwa mereka tidak akan bisa memenjarakan pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar